NAZAR MINUL

Posted by abyan muwaffaq - -

Penulis: Mutia Putri


“Woooiii semua... Bapak-bapak, Ibu-ibu, semua yang ada disiniiihh... Minul mau nazar, nih, dengerin, ya!"

"Kalau Minul lolos SNMPTN 2011, Minul bakal nyanyi dangdut di pasar ini pake kebaya plus konde, plus make-up tebel. Ini nazar Minul!”

Dan suara gledek serta kilatan cahaya lampu neon menyambut nazar Minul yang berkumandang. Persis kayak film-film horor di teve-teve. Jelegerrr..!


***

Kalender bergambar hewan panda sedang makan rumput itu beberapa hari ini menjadi pusat perhatian Minul. Setiap melintas di depan, di belakang, di samping itu kalender, saat mau mandi, saat mau tidur, saat mau minum, saat bernapas, saat kelilipan, saat bersin, saat apapun, Minul akan menyempatkan diri sungkem dan nongkrong berlama-lama sambil minum kopi di depan kalender itu. Mata Minul selalu fokus mengamati tanggal yang dilingkar merah tebeeeelll banget pakai lipstick merah menor satu-satunya milik Emak. Tanggal apa itu, ya?

Taraaaa… ternyata pengumuman SNMPTN 2011. Apaan tuh SNMPTN?

“Itu lho, Mak, Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Ngeri!” jawab Minul suatu hari, saat Emaknya yang modis itu nanya.

“Kok Ngeri, Nul?” Emak nanya lagi dengan polosnya.

“Ngeri lah, Mak! Karena menurut desas-desus yang nggak tau becus apa nggak, sampai ada peserta yang pake orang "dalem" segala lho demi lolos!” Minul yang lagi asyik masyuk mantengin acara realistis show “Termewek-mewek”, ngejawab tanpa mengalihkan perhatian dari teve 14 inch jadul (masih hitam putih, getoh!). Dan koor "ooooo" panjang Emak terdengar nyaring kemudian.

Gara-gara besok pengumuman SNMPTN 2011, ia jadi susah makan, susah tidur, susah bohongin Emak lagi (uppsss), susah ngutang lagi di warung--karena emang hutang yang kemaren belum lunas. Pokoknya susah semua-muanya, deh.

Dan akhirnya, hari yang dinantikan pun tiba. Deg-deg, deg-deg, deg-deg...

Dengan pengorbanan yang nggak sedikit, akhirnya... Jreng-jreeeeng! Koran hari itu resmi ada di tangan gembrot Minul.

Bukan karena doyan baca koran, lho. Cuma demi melihat pengumuman SNMPTN 2011 hari itu, Minul rela baca koran. Mau lihat via internet, di kampungnya belum ada warnet. Tahu kenapa..? Karena warnet masih kalah tenar sama warkop. Modem? Mana kenal Minul yang begituan! Secara rumahnya di desa paling ujung Bandung!

Apalagi perjuangan buat ngedapetin tuh koran, wuiiihh… patut diacungin empat jempol! Sejak pagi, Minul sudah bela-belain silaturahim ke tukang ojek-tukang ojek di desanya. Barangkali ada yang terketuk pintu hatinya buat nganter Minul ngejar-ngejar tukang koran pagi-pagi buat nyari koran yang emang cuma ada di kota aja. Dan akhirnya, salah seorang tukang ojek yang bernasib naas hari itu terkena bujukan maut Minul. Setelah diiming-imingi cerita sediiiihhh banget tentunya.

“Mau ya, Pak, anter Minul? Tanpa bapak, masa depan Minul akan gelap lap lap!” Minul mulai melancarkan aksinya sambil pasang muka gelap beneran.

Tukang ojek yang memang hatinya gampang tersentuh, itu akhirnya mau mengantar Minul, “Hikssss iya, Nul, Bapak anterin. Jangan putus asa menggapai cita-citamu, ya!” Minul mengangguk girang. Aheeeyyy!

Dan setelah koran berisi daftar nama peserta lolos SNMPTN 2011 di tangannya, dengan semangat 45 setengah, Minul membolak-balik koran itu. Disusurinya satu per satu deretan nama-nama yang bejibun.

Si Rico, tetangga Minul yang punya nama asli Dudung, lolos masuk Fakultas Kekurangan Gizi Universitas Gajah Manyun.

Si Ani, anak pak Kades, lolos masuk Fakultas Ekonomi Universitas Indomendut jurusan Angkutansi, alias yang ngurusin angkutan umum, angkutan kota, angkutan desa, dan semua jenis angkutan yang pernah hidup di bumi.

Si Bebi, anak paling centil di sekolahnya, akhirnya sukses masuk Fakultas Peternakan Universitas Padajalan jurusan Ternak Virus dan Bakteri.

Minul berdecak kagum dengan teman-temannya yang sudah lolos. Sedangkan dirinya... masih belum jelas juntrungannya. Ia hampir putus asa saat nama-nama di koran itu hampir habis.

Tapi, tunggu dulu pemirsa. Saat hampir putus asa dan ingin menuntut pemilik koran itu (karena Minul haqqul yakin kalau koran itu sentimen padanya), mata Minul menangkap sebuah nama yang sudah familiar. Tertulis dengan jelas nama itu di baris ke-dua paling bawah daftar nama.

AMINUL WATI

“Horeeeeee..!” Minul memekik girang. Matanya merem melek. Tangannya meninju-ninju udara. Kakinya melompat-lompat nggak bisa diem.

Hampir aja Minul masang kuda-kuda buat kopral keliling desa. Untungnya, Emak yang lagi asyik ikutin senam dari radio, sadar akan tingkah anaknya.

“Nuuuuuuulll. jangan, Nul. Istighfar, Nul..! Aduh-aduh, ngidam apa dulu Emak, sampe lo doyan kopral keliling kampung?” emak mengelus dada.

Minul menghentikan rencananya untuk kopral. Langsung ia perlihatkan koran itu pada Emak, “Minul lolos nih, Mak! Minul jadi tukang insinyur, Maaaaaakk....”

Emak membaca dengan seksama dan dalam tempo sesingkat-singkatnya (gaya kan, Emaknya Minul? Padahal sekolah juga enggak!), “Wuih... hebat bener anak Emak. Emak bangga punya anak kayak Minul. Hiks...,” Emak ikutan girang campur terharu. “Fakultas apa, Nul?”

Minul menepuk dada dengan bangga, “Anak siapa dulu... Anak Emak! Hheee... Fakultas Teknik Universitas Padajalan, Mak. Jurusan Teknik Menanam Palawija!”

Emak kontan bengong. “Kok mirip pertanian, Nul?” batin Emak bertanya-tanya sambil ngelanjutin senam yang sempat terputus tadi. Yak… satu dua tiga empat!

Minul yang girang segirang-girangnya, mendadak teringat akan nazarnya sebulan lalu. Nazar yang dibuatnya di ,tengah malam dengan asa yang sekarat. Nazar yang telah ia publikasikan di depan banyak orang di pasar dekat rumahnya: Kurang Asem. Nazar yang, ahhh… najong tralala sebenarnya. Tapi, mau gimana lagi? Nasi sudah habis dimakan, janji haruslah segera ditunaikan!

“Emaaakkk… pinjem kebaya, duoooongg!” lolong Minul.

***

Subuh buta, Minul mengecek satu-satu list yang telah dibuatnya semalam.

Kebaya, oke. Lumayan dapet pinjeman dari Emak. Meskipun kebaya jaman behula, (Warnanya nggak nahan... Ungu dangdut. Manik-maniknya apalagi... segambreng!). Tapi lumayan lah, masih ada kancingnya.
Konde, oke.
Spiker segede gaban, oke.
Radio plus Kaset dangdut, oke.

Dan semuanya oke. Minul sudah siap. Saat Abangnya yang lagi ngangonin kambing lewat, “Cie cei... Susah suwiiittt! Si Minul mau ngalahin ondel-ondel kayaknya, niy yeh!”

Si Bandot, kambing kesayangan abang Minul, pun, ikut angkat suara. Kalo Abang Minul pake suara 1, si Bandot pake suara 2 ala dunianya , “Mbeeeekkk eeeek eeeek eeeek!”

Minul melengos. “Huuu... pait! Adiknya mau menunaikan nazar, didukung, kek! Ini malah kompakan ngejek!”

Abang Minul cekikikan sambil berlalu menarik si Bandot. Tak lupa memberikan pesan sponsor, “Hati-hati, Nul, bisa ditangkep trantib lho, disangkain bencong kalong! Hahaha....”

Minul masem-mesem. Mimpi buruk emang punya Abang kayak Bang Miing. Minta ditimpuk pake e* kambing mulu!

Setelah cium tangan dan minta doa restu Emak, Minul berangkat ke pasar. Lokasi penunaian nazar, begitu Minul menyebutnya.

Benar saja, di jalan ia disapa dengan "ramah" oleh anak-anak yang menyangkanya ondel-ondel lah, topeng monyet lah, badut lah, celepuk lah... Bahkan ada yang menyebutnya Luna Maya! (lho?). Tapi Minul nggak surut langkah. Demi menunaikan nazar, ia rela meski harus dikatain. Hikssss…. Berbuat baik emang rada-rada sulit ternyata.

Meskipun masih pagi, pasar Kurang Asem sudah terlihat penuh dengan orang dan barang dagangan. Mau ngelangkah kudu sepuluh senti-sepuluh senti. Mau balik ke rumah juga susah. Ramai jaya! Mata Minul jelalatan mencari tempat yang cocok untuk konser yang dinamakannya konser nazar ini. Keren nggak, tuh?

Dan lokasi yang dipilih Minul adalah di bawah pohon asem yang lagi berbuah lebat. Cuma berjarak sepuluh meter dari tukang jualan obat yang saban hari mangkal di pasar.

Minul melakukan gladi bersih. Beberapa Emak-emak yang kebetulan lagi menggelar dagangannya, menyapa Minul dengan ramah.

“Mau ngamen, Neng?” Emak yang pake kebaya ijo nanya.

Minul mesem-mesem, “Duuuhh, Emak... Minul udah cantik begini dikirain mau ngamen?” Minul geleng-geleng.

“Terus mau ngapain donk, Neng?” Emak yang disebelahnya ikutan nimbrung.

“Minul mau menunaikan nazar, Mak. Karena sudah lulus ke SNMPTN. Bukannya menunaikan nazar itu wajib hukumnya?”

Emak-emak pada ngangguk. “Bener itu, Neng. Lanjutkan! Kampung ini bangga pada anak muda yang menepati janjinya seperti Eneng. Orang kayak Eneng, pantesnya jadi wakil rakyat!”

Meskipun nggak nyambung, kata-kata semangat dari emak-emak di pasar membuat Minul semakin terpacu untuk memberikan suara terbaiknya. Olah vokal tadi pagi di kamar mandi sudah ia lakukan, tinggal tunggu hasilnya. Minul senyum-senyum sendiri. Indonesian Odol mah, lewaaaaattt..!

Dhuha sudah tua saat Minul selesai menyiapkan semuanya. Dengan pengeras suara, Minul mulai memanggil orang-orang untuk mendekat.

“Ibu-ibu, Bapak-bapak, Adek-adek, Kakak-kakak, Nenek-nenek, Kakek-kakek, semuanya yang bernyawa, mari saksikan sebuah konser fenomenal! Dengan menonton konser ini, berarti sudah membantu seseorang menunaikan nazarnya. Yang nggak mau nonton, Minul sumpahin panuan delapan turunan,” Minul koar-koar sambil ngancem sadis.

Tukang obat yang mangkal sepuluh meter di sampingnya, merasa tersaingi. Ternyata suara Minul nggak kalah cempreng sama suaranya.

Minul terus koar-koar. Entah karena penasaran sama aksi Minul, atau takut panuan delapan turunan, orang-orang mulai mengerubungi tempat konser Minul.

“Terima kasih atas kehadirannya,” Minul memasang senyum terlebarnya,. “Sekarang saya akan menyanyikan beberapa lagu dangdut. Sebagai lagu pembuka, karena kita sedang berada di pasar, saya pilih sebuah lagu lawas dari Bang Haji Rhoma Irama yang masih ada hubungannya dengan pasar. Sebuah lagu yang berjudul: BE-DA-GANG!” dengan suara agak diberat-beratkan layaknya penyanyi aslinya, Minul memulai aksinya.

Tepuk tangan dan suit-suitan riuh menyambut judul lagu yang akan dibawakan Minul. Karena semua yang hadir memang dari kalangan pedagang dan dangdut memang lagu rakyat. Semua menyambut maksud baik Minul. Minul semakin sumringah.

Saat sudah siap-siap angkat suara, tiba-tiba dari kerumunan penonton muncul sesosok wanita berjubah hitam seperti Zoro, menarik tangan Minul yang lagi mangap. Wanita itu ,meariknya menjauhi kerumunan penonton dan akhirnya berakhir di belakang los pedagang beras.

Minul yang shock belum mengenali sosok di depannya, “Si… siapa kamu?”

“Sssttt…. Saya Ustadzah Mely, Nul,” ternyata wanita berjilbab hitam lebar seperti Zoro itu ialah guru ngaji Minul dulu waktu di TPA.

“Mely Goeslow?” Minul terpekik girang, masih belum sadar saking shocknya.

“Bukan Mely Goeslow, Nul… tapi Ustadzah Mely Mellow!” Ustadzah Mely menepuk-nepuk kedua pipi Minul supaya sadar.

“Ohh… Ustadzah Mely? Maaf, Ustadzah. Kok Ustadzah bisa ada di sini?”

“Minul kenapa berpakaian mirip ondel-ondel begini?” Ustdazah Mely menunjuk wajah Minul yang penuh make-up super tebeeell.

“Minul mau menunaikan nazar, Ustadzah. Kan menunaikan nazar wajib hukumnya., Ustadzah,” jawab Minul polos.

Ustadzah Mely mengangguk-angguk. “Memang nazarnya apa, Nul?”

Minul menceritakan nazarnya. Ustadzah Mely ngangguk-angguk lagi. “Tapi nazar yang buruk nggak wajib ditunaikan, lho!” komentar ustadzah Mely kemudian.

“Bukannya semua nazar wajib ditunaikan, Ustadzah?”

Mata Ustadzah Mely berkilat, “Bener nazar itu wajib ditunaikan. Tapi pengecualian untuk nazar yang tidak baik, Nul! Itu tidak wajib ditunaikan, malah bahaya kalau ditunaikan,” ceramah ustadzah Mely berapi-api. Untung nggak pake muncrat!

Sementara, di panggung yang sudah Minul siapkan, orang-orang mengelu-elukan nama Minul.

Minul.. Minul.. Minul.. Minul..

“Berarti nazar Minul ini nggak baik ya, Ustadzah?”

“Menurut Minul gimana? Nyanyi-nyanyi sambil joget-joget pake make-up tebel-tebel, di depan yang bukan mahram lagi!”

Minul manggut-manggu,. “Salah ya, Ustadzah?”

“Ya iya dong, Nul! Masak ya iya lah! Menara Pisa aja agak condong, masak conlah! Bukan menara Pisa, donk....”

“Hehehe… Terima kasih, Ustadzah, sudah ingetin Minul. Jadi Minul nggak perlu dong, lanjutin konser nazar ini?”

Ustadzah Mely mengangguk-angguk riang. “Kalau begitu, sekarang Minul pulang aja ya, penonton biar ustadzah yang urus.”

“Ustadzah Mely mau konser juga?” Minul bertanya tanpa dosa.

“Liat aja nanti!” Mata ustadzah Mely penuh misteri. Tak hanya berkilat kali ini, tapi juga berpetir.

Minul yang disuruh pulang oleh ustadzah Mely, tidak langsung pulang. Dari balik semak-semak, Minul memperhatikan konser jenis apa yang akan dibuat Ustadzah Mely. Penasaran, Boook!

“Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh,” sontak penonton menjawab salam ustadzah Mely .

Ustadzah Mely melanjutkan, “Jama'aaaaaah… atas nama Minul, saya Mely Mellow meminta maaf, karena Minul tidak bisa melanjutkan konser ini.”

Huuuuu..!

Kerumunan penonton menggaduh. Ustadzah Mely melanjutkan, “Tapi tenang saja, saya yang akan melanjutkan konser ini.”

“Serius, Ustdazah?” salah seorang Bapak yang mengenakan kaos partai, bertanya.

“Iya, Bapak,” Ustadzah Mely menganggukkan kepalanya sambil tersenyum penuh misteri, ”Dan sambutlah konser yang saya beri nama konser surah Al Baqarah Ayat 1 sampai selesai!” Ustadzah Mely tersenyum lebar sekali.

Minul cekikikan meskipun bentol-bentol digigit nyamuk penghuni semak yang rakus-rakus semua. Nggak bisa liat ada manusia gemuk dikiiitt, langsung maen gigit aja. Mending pake salam dulu.

Back to penonton, kita tinggalkan Minul yang lagi bertarung hidup mati di balik semak sana. Semua penonton kontan menggerutu dan langsung ngacir tanpa komando.

“Loh-loh, Jama'aaaaahhh... Bapak-bapak, Ibu-ibu, mau kemana?” tanya ustadzah Mely terbawa angin. Penonton keburu kecewa.

Ustadzah Mely tersenyum lebar meskipun penontonnya kabur semua. “Kapan lagi pengajian di pasar!”

“Emang enak dikerjain? Hehehe…,” Minul cekikikan. Nazar konyolnya tak harus ditunaikan. Tapi sepertinya ada yang kelupaan. Apa ya? Minul bertanya-tanya. Alamaaaakkk…. Ia ingat sekarang. Minul menepuk jidatnya yang seluas lapangan golep. Nazar yang satunya. Nazar SNMPTN juga.

Nazar puasa SATU BULAN non-stop. Minul pingsan seketika. Gubraaaakkk!.





*Buat semua yang menanti pengumuman SNMPTN 2011... nazar yang baik-baik, ya, misalnya traktir satu kampung kek! Sekalian perbaikan gizi, peace!!! n_n

Leave a Reply